Friday, June 15, 2012

Karena Kita Adalah Dua Stroberi Berbeda



Baiklah, akan kuceritakan kepadamu, mengapa aku mencintai gadis ini. dialah yang akan menjadi tokoh utama dalam ceritaku. Aku bertemu padanya-lebih tepatnya jatuh sayang padanya- sejak ia menjadi juniorku di kampus. Kami dekat. Dekat sebatas kakak senior dan adik junior. Dia menghormatiku, dan tentu saja aku menghargainya. Namun akhirnya perasaan yang sudah lama tak pernah kutengok sejak gadisku sebelumnya-yang kini tidak lagi- pergi melanjutkan studi di negeri daun merah itu. Yah, perasaan yang membuatku tercekat, kemudian terperangah. Aku jatuh cinta pada gadis itu.
Ada yang salah dari persaudaraan kami selama ini. ia yang sudah kuanggap adik, namun dengan sejuta perasaan tak bersalah yang ia miliki, ia menerobos dinding sekat perasaanku. Aku mencintainya bukan tanpa alasan. Ia seperti pelengkap kebahagiaan juga kesedihan dalam hatiku. Aku mencintainya ibarat aku mencintai pelukan hangat ibuku, mencintainya seperti disaat aku merindui nasihat bijak ayahku, juga mencintainya seperti saat akau menertawai suara cadel adik kecilku. Yah, sederhananya, aku mencintainya.
Tepat setelah aku menemukan hari dimana aku bisa menyatakan rasa ini, bukan untuk memacarinya, tapi untuk menjadikannya pengisi kepingan yang melompong dalam hatiku. Ia tersipu. Aku mengerti. Ia berbeda dari gadis yang lain. Ia tak sama. Itulah yang membuatnya spesial di mataku. Ia mengangguk pertanda ia ingin aku persunting secepatnya. Aku bodoh. Itu masih terlalu jauh. Ia masih duduk di semester awal, sedang aku sendiri belum merampungkan kuliahku. Tapi ketika ia mengangguk menyetujui untuk mengikat tali berkomitmen denganku, entah mengapa aku serasa ingin berteriak, meluapkan rasa bahagiaku. Siang itu, kupandangi punggungnya yang berbalik meninggalkanku yang masih tersipu. Jilbab anggunnya terangguk dibelai angin di bawah pohon ketapang tempatku duduk. Ia indah.
***

Juni

Aku menekuri ujung sepatu yang kupakai. Sialnya, sepatu ini kembali melempar ingatanku pada wajah gadis itu. Katanya, dulu, ia pali...