Friday, November 21, 2014

Untitled

Saya ndak tahu mau nulis apa. Sebentar-sebentar saya ngecek hape. Sebentar-sebentar saya neguk segelas air. Duh, gigi bungsu saya sedang tumbuh, jadi maaf saja kalau saya menjadi sedikit (?) sensitif.

Saturday, November 15, 2014

Kepada Masa Lalu


Kepada masa lalu,

Saya yakin kamu akan membaca coretan saya ini. Saya yakin mata kamu akan menjalar di setiap huruf yang saya tulis. Kali ini, saya hanya ingin mengatakan, terimakasih sudah pernah menjadi bagian hidup saya. Bagi saya, kamu juga adalah satu dari hadiah yang Tuhan berikan buat saya. Segala kebaikanmu, saya ucapkan terimakasih. Segala tulusmu, pun saya hadiahi terimakasih yang tulus.

Apa katamu? Perpisahan kita baik-baik saja. Semoga. Semoga tidak pernah ada luka yang membekas di sudut-sudut hatimu. Semua tentang kita sudah jauh tertinggal di belakang. Sekarang, saatnya kamu, pun saya, melangkah melewati jalan masing-masing. Tuhan punya kado yang indah buat saya, pun buat kamu. Mari buka kado kita masing-masing tanpa harus mengintip apa isi kado yang lain. Saya punya jalan sendiri sekarang, juga kamu.

Saya doakan kamu selalu bahagia. Tanpa saya. Selamanya.

20:30, semoga kamu paham

Saturday, November 8, 2014

Setelah Ini Apa?

Waktu melesat cepat.
Melepaskan anak-anak panah terbang tinggi-tinggi, meninggalkan kita jauh di belakang. Tidak peduli saat ini kita sedang tersadar atau tidak dengan kepergiannya.
***

Seperti biasa, beranda-beranda media sosial kita kebanjiran berita ini itu. Mulai dari pernikahan, lahiran, kematian, dan yang paling mengerikan bagi saya ya wisuda. Iya. Melihat begitu banyak mimik ceria yang berlalu-lalang di laman media sosial, duh, melepas status mahasiswa seasyik itu, ya? Saya kurang paham. Iya. Kan belum pernah.

Sekarang, contohnya. Saya sedang duduk di tepi pintu posko lokasi KKN. Memerhatikan kerlap-kerlip bintang yang layu di atas langit. Aih, tiga bulan melesat cepat, ya? Serasa seperti baru kemarin saya sampai di rumah bercat tembok putih ini. Seperti baru kemarin saya membaui tempat asing ini, tahu-tahu, lusa saya sudah harus kembali ke napas-napas lama. Kembali menekuni bangun hingga tidur di tempat yang dulu lagi. Kembali menekuri jalanan-jalanan kota yang selalu sesak, tak pernah lengang. Dan, pertanyaan paling mengganggu kembali menusuk masuk di kepala; setelah ini apa?

Sepotong-sepotong Puisi

(1)
dulu
dulu sekali
saya senang sekali memerhatikan alis matamu
ia mengelok
menghantarkan saya pada pusara kenangan

(2)
malam ini
ada yang datang lagi di kepala saya
seperti mengapit buku tua di ketiaknya
tentang kita, ucapnya
bukankah semua sudah kita labeli expired?

(3)
mata saya mendadak basah
pelupuk yang saya katup seperti pening
ada kamu di air mata saya
mengalir deras
menembus batas-batas samudera

(4)
kita sudah berjanji untuk saling melupakan
berjanji untuk saling menghapus jejak-jejak
melupakan raut wajah
menghilangkan ingatan tentang cara bicara
juga cara tersenyum

(5)
lalu mendadak kepala saya hadir tanya
"apa kabar?"
aduh
mulut saya kebas
tidak tahu arah bicara sekarang

(6)
lebih baik saya akhiri ini
titik

Juni

Aku menekuri ujung sepatu yang kupakai. Sialnya, sepatu ini kembali melempar ingatanku pada wajah gadis itu. Katanya, dulu, ia pali...