Monday, August 17, 2015

23:35

Doa-doa saya melangit. Merapal-rapal namamu dalam diam, di antara desahan napas. Semoga!


Friday, August 14, 2015

Kepada Tuan di Masa Depan

Kamu tahu, Tuan?
Maaf, sampai saat ini saya belum bisa mengeja wajah atau namamu dengan jelas. Terlampau jauh. Maaf. Maafkan saya.

Kamu tahu, Tuan?
Mungkin sebelumnya, satu dua lelaki pernah singgah di sini. Menabur harapan, lalu saya dengan bodohnya mengangguk mantap, lalu mereka pergi setelah menebas semua harapan saya, lalu meninggalkan saya yang tersungkur perih.

Kamu tahu, Tuan?
Saya hanya perempuan biasa, yang tetap mencoba terbaik saya agar menjaga kemuliaan, sampai padamu.

Kamu tahu, Tuan?
Kali ini saya tak berani mencoba-coba lagi. Menerka-nerka lagi. Pun menebak-nebak lagi. Hati saya terlampau lelah. 

Dan, kamu tahu, Tuan?
Saya akan tetap bersetia menungguimu di sini. Menungguimu yang belum bernama. Yang rupanya belum bisa saya tebak. Yang suaranya belum mampu saya terka. Saya akan bersetia, menanti kau datang, dengan segenap kasih, dan sejuta penerimaan atas kekurangan saya.

Kepadamu, Tuan di masa depan, izinkan saya menantimu dalam taat.

Saturday, August 8, 2015

Kamu!

Pemeran utama hati, pemicu detak jantung ini baru kini kusadari setelah berlayar pergi, itu kamu.

-dari Pemeran Utama-nya Raisa-

Friday, August 7, 2015

Sedang kita menyusun begitu banyak kalimat untuk ditulis dan melesat terbang melalui satelit, saya ingat, betapa kamu mencinta saya sampai entah.
Sepotong-sepotong pesan pendek di dua puluh tiga tiga puluh empat.

Sunday, August 2, 2015

Tik!

Kamu tahu? Di kota saya, hujan sedang menderas. Apa kabar kotamu yang panas?

Saturday, August 1, 2015

Menunggu Hujan

Malam ini saya terpekur membuang tatap jauh ke angkasa. Bulan bersinar penuh. Bintang-bintang sedang angkuh memamerkan sinarnya. Saya murung, menunggu hujan yang enggan hadir dari kemarin. Kemaraukah? Artinya, tanah bakal meranggas. Tanaman-tanaman akan bekerja lebih banyak untuk mendapat air di dalam tanah. Ayam-ayam akan terkantuk-kantuk melawan hawa panas di ranting pohon asam, kucing-kucing di rumah akan berdiam diri di bawah naungan pohon jambu, dan adik kecil anak tetangga akan bolak-balik membasuh wajahnya di keran air depan rumah. Saya? Mungkin akan lebih banyak berdiam di kamar, bersitatap dengan deru kipas angin, sambil menyesap es sirop dan mengunyah kacang bawang.

Menunggu hujan sambil memikirkan kamu, adalah perpaduan paling menyedihkan yang pernah saya punya.

Butuh Berapa Banyak?

Ah, butuh berapa banyak keberanian untuk mengungkapkan sayang kita pada yang dicintai?

Butuh berapa banyak rasa sabar untuk menghadapi tangis bocah nakal yang merengek minta es sirop di pagi yang hujan?

Butuh berapa banyak kesetiaan untuk tetap menunggu dia yang belum jua tiba mengetuk pintu rumah kita?

Butuh berapa banyak degup untuk membuktikan betapa kita gugup berhadapan dengan dosen penguji di sidang skripsi?

Butuh berapa banyak uang agar bisa membawa pulang telepon genggam seri terbaru dari gerai telepon?

Butuh berapa banyak tangis untuk mengisyaratkan betapa sakitnya kaki kita saat terantuk batu?

Dan, butuh berapa banyak hari lagi untukmu, agar sampai padaku, dan menjawab semua pertanyaanku tentang berapa banyak ini, Tuan?

Rumah, 15:49

Singkat Saja

ke dalam matamu
saya  melesat
masuk semakin dalam
seraya menahan sesak
hei, saya rindu!

Juni

Aku menekuri ujung sepatu yang kupakai. Sialnya, sepatu ini kembali melempar ingatanku pada wajah gadis itu. Katanya, dulu, ia pali...