Thursday, May 30, 2013

Kamu = Obat

Tak terasa sudah dua tahun kita bersahabat. Sahabat? Bukan, kita bersaudara. Mengenal kamu di awal-awal saya melepas putih abu-abu saya. Merasai persaudaraan manis bersama kamu adalah salah satu dari sekian banyak hadiah indah dari Tuhan, dan salah satu dari sedikit bingkisan hebat dariNya.

Mimpi? Ah, kita berdua adalah pemimpi ulung. Kaki-kaki langit pun sudah meneguk mimpi-mimpi kita. Apa katamu? Raja Ampat, Jepang, Indonesia Open, dan, hei, banyak sekali mimpi kita berdua yang sudah tercatat dalam agenda otak saya. Tulisan kecil ini akan meledak jika harus saya sebutkan semua.

Kamu adalah obat. Kamu tahu penawar ketika saya sedih. Kamu paham pengurang rasa sakit ketika saya 'nyeri'. Kamu mafhum akan apapun yang saya rasakan.

"Jangan pusing lagi ya, saya sedih ketika kamu juga sedih." Kamu berujar perlahan sambil menepuk bahu saya. Saya menanggapinya dengan menonjok bahu kamu dan berkata kamu sok tahu. Hei, padahal dalam hati, saya memeluk dan mengikat kuat simpul kata-katamu tadi.

Saya bangga memunyai sahabat seperti kamu. Saya bahagia memunyai persaudaraan seperti ini. Kita adalah sahabat terkeren dunia akhirat!

Untuk Lista, the ugliest friend that I ever had. Hoho.
Peluk cium dari saudarimu yang cantik, Kio.
Uhibbukifillah! :')

Retak

Saya merasa kuat karena kamu. Kamu ibarat tiang yang tetap setia kokoh, saat semua tiang di sekeliling saya roboh tak tertolong. Kamu menguatkan saya. Kamu memberi saya udara lebih ketika saya diperangkap sesak. Kamu memberi saya ruang saat saya terkungkung sempit. Kamu. Hanya kamu. Tak ada spasi.

Maaf jika selama ini saya hanya menyusahkan. Pun dengan semua ocehan dan keluhan saya. Kini kamu ikut roboh. Saya mengirim pinta di langit agar Sang Pemilik Langit menghidupkan satu tiang yang lain untuk saya topangi. Saya berharap Dia mengirimkan saya tiang yang kuat dan menerima kelemahan saya dan memercayai segala kekuatan saya.

Saya tahu kamu lelah. Kamu penat dengan saya. Kamu melepas ikatan percaya yang selama ini kamu simpul kuat atas saya.

Terimakasih untuk semuanya. Saya berdoa semoga Dia hadirkan untukmu seseorang yang lain, yang bisa membuat kamu bahagia, bukan seperti saya yang hanya mengemis kekuatan dari kamu.

Nb: Postingan terakhir dengan label My Dewliver. :')

Wednesday, May 29, 2013

Tanya

Dan ketika kaki lelah melangkah, haruskah kita berputar arah?

Sepotong Teriakan

Saya berkoar dengan bahasa ini itu
berbisik merintih dengan macam cara
menulis kata dengan rajut beragam
kesemuanya, untuk senyum

Lalu saya tiba pada titik jenuh
kepala saya penuh
otak saya berpeluh
dan tangan saya lumpuh

Tak
Tik
Tak
Tik

Kaki saya melangkah ke segala arah
mencoba mengais jawaban antah berantah
tak kenal lelah
walau temui susah

Coba dengar ini
sedikit bisikan nurani
mengaung di hamparan tirani
mencoba menggapai berani
untuk kau dengar lalu temani

Cukup

Saya ingin robek mulut kau!

Persetan dengan ocehan kau!

Saya benci kau!

Mulai sekarang lepaskan ikatan ini

Sumpah dunia dan kekal, saya bukan sahabat kau lagi!

Tuesday, May 28, 2013

Abaikan Soal Judul

Kita mengecap banyak rasa. Berjalan, berbanding lurus saling berangkul. Kau sebut saya sebagai saudaramu, pun saya menggandengmu sebagai saudara. Saya mencintai kekata yang mengalir deras dari letupan-letupan bibirmu. Saya selalu bahagia saat bertemu denganmu, memeluk tubuhmu, kemudian menempelkan pipi kiri kanan saya di pipimu. Ini membahagiakan. Susah saya gambarkan dalam rangka kata.

Sampai akhirnya, kau berkata ini itu. Saya muak. Kau dengan mudahnya memapar simbol ini itu untuk seseorang. Mereka salah. Yang demikian benar. Itu berdosa. Begini boleh. Kau berdalih. Mereka neraka karena begitu. Kita syurga karena begini. Hei, Muhammad Sang Manusia Sempurna sekalipun tak pernah mengakui bahwa ia mulia, lalu bagaimana dengan kita?

Suaramu tak lagi merdu di telinga saya. Desingnya serupa cemprengan kaset rusak. Maaf jika saya keluar dari barisan ini. Entah, silakan saja kau menganggap bahwa saya adalah neraka dan kau serta sejawatmu menuai syurga. Silakan. Kalian berhak berkata. Tapi biarkan Dia yang menata.

Monday, May 27, 2013

Memupuk Rindu

Di ruang tak berparas kita dipertemukan
kaki waktu melangkah mencatat nama kita
menyatukan huruf nama kita dalam desing baris
mengabarkan kita akan perjumpaan yang tak bersua

Ibu detik memanggil kita dalam satu helaan
menjahit kisah kita dalam satu nampan
kita tak pernah mengenal perjumpaan
lipatan masa belum berkenan memberikan

Ukhti...
cukupkan buih rindu ini
jangan tangkupkan ia dalam mangkuk sepi
genapkan ia dengan berbagi
agar tak ada pedih, berkurang sedih

Saya lelah di sini
memupuk rindu dalam sesak
mengharapkan temu wajah kalian
merindui bau pertemuan dengan kalian
mengeja bagaimana rasa tertawa bersama kalian
menebak bagaimana bahagia saling berangkul dengan kalian

Ukhti...
berjanjilah kelak untuk jumpa
tak dapat di dunia
mari kita tunai temu di syurga

Saya mencintai kalian karena Sang Maha Pencinta! :')

18.32 - Tengah disesaki rindu - Didedikasikan untuk semua akhwatfilah @pedulijilbab di seluruh pelosok tanah air

Saturday, May 25, 2013

Lupa

Saya terdiam
kehabisan anak kalimat untuk dirangkaikan
saya lupa
lupa pada detik jam yang berdentang mengejar
lupa pada rentang jarak yang menganga memisahkan
lupa pada betapa jauhnya kita

Sinar jatuh mengenai iris pupil saya
menyorot cerita yang jauh tertinggal
menganyam kenangan
menenun ingatan
memahat pertemuan

Kamu
dahulu
selalu
di ulu

Friday, May 24, 2013

Mendung

Hari ini hari kelabu. Mungkin saya kurang bersedekah. Atau mungkin Tuhan ingin menegur saya dengan cara ini. Hilang.

Wednesday, May 22, 2013

Akhir

Hari ini kubuang kau dalam semak detik
menghapus segala jejakmu dengan pembunuh terampuh
mengikis pahat kenanganmu dengan pisau terbaik
lalu menimbun segala tentang parasmu di sumur terdalam

Mengeja namamu membuat saya sesak
tolong cukupkan ini menjadi paragraf terakhir
berjanjilah untuk tidak membuat baris baru
berikrarlah untuk tidak menyaji lagi klausa kata
saya terlampau peka
saya terluka
dikebas duka

Saya ingin ini yang terakhir

19.11 - Kosan - Adzan Isya

Monday, May 20, 2013

Nyanyian Sakura

Sakura merintih di dedahan rapuh
mengeja musim dengan kelopak basahnya
memasrahkan terbawa angin musim gugur

Mungkin sudah saatnya ia kembali
memangku kenangan dengan lambai putiknya
mengembalikan rasa yang ia pinjam
di saat semua belum berawal

Sayatan guratan dedaunan
merambah perih yang dikandungnya
embun tak membantu mengobati
hanya lewat membasahi
tak pernah membasahi

Ia ingin kembali
menumpu pada tangkai yang kokoh
tanpa ada ketakutan akan roboh
mengumpulkan waktu yang belum berjodoh
hingga merasa paling terbodoh
sampai semua kelopak ikut mencemooh

Sunday, May 19, 2013

Bunuh Rasa Itu, Mama!

Mama, tolong gugurkan kesedihan yang sedang bersemi dalam relung hatimu. Usap hingga tandas buliran air matamu. Hempas jauh hingga lenyap kesedihan yang menggantung di langit-langit kehidupanmu. Usir semua rasa sesak yang mengetuk jiwamu. Saya sedih melihat kau sedih. Sudah cukup rasanya bagi saya, merasai kesedihan lewat potongan-potongan kisahmu yang telah lalu. Sungguh, itu terlalu menyesakkan buat saya. Pun kau, yang dahulu adalah seorang gadis kecil, pastilah jengah menghadapinya. Tapi kau kuat, Mama. Kau kuat.

Bukankah dulu, saya pernah berucap, bahwa ketika saya menjadi seorang yang berguna, tak akan saya suguhkan nampan kebahagiaan kepada orang lain, sebelum kau yang terlebih dahulu menyicipinya. Mama, tolong, hilangkan gundah gulanamu. Air matamu bagaikan telaga suram bermendung duka bagi saya, sangat menyakitkan ketika saya harus menyaksikan kau bermuram, Mama.

Lekas, cepat atau lambat, waktu akan menikam rasa sedih itu, Mama. Tuhan tak tidur, Mama. Dia akan menggerakkan tanganNya untuk menuliskan kisah bahagia dalam lembar hidupmu. Mama, saya mencintaimu sampai waktu mencapai entah. Sampai angin berembus entah. Sampai laut berombak entah. Tak ada bantah.

Mama, bunuh semua rasa sedihmu. Saksikan saya, anakmu, cintamu, sampai pada titik membawa secawan rasa manis yang tak akan habis buatmu. Catat janji saya, Mama.

-Sore yang mendung, teruntuk wanita paling hebat dalam hidup saya, Mama Wati. :')

Thursday, May 16, 2013

Judul Malam Ini

Jarum jam masih berdetak angkuh
merasa ialah yang paling berkuasa atas kita
menunjukkan tak ada satupun yang bisa mematok langkahnya

Saya terdiam. Tak ada yang bisa saya lakukan selain menutup mulut rapat-rapat. Buku-buku jari memutih. Lalu saya menangkupkan bola mata. Meresapi renyah angin yang menelisik ke dalam pori. Kepala saya mengaung. Membentuk satu pola: Rindu

Sunday, May 12, 2013

Titik

Kepala saya seperti diketuk-ketuk selusin tamu. Saya jengah. Saya mencoba mencari cara agar dapat menghilangkan kejengahan itu, walau saya sadar itu tak akan mudah.

Seperti malam ini, ketika deru kipas angin menemani detik sunyi saya di ruang berbatas ini, kamu mengirim pesan di telepon genggam saya. Saya terpekur. Telepon genggam saya menjerit lembut. Kamu bertanya hal yang sayapun jengah merasainya. Saya sudah baca pesan kamu. Saya pahami isinya.

Lalu? Saya rasa, kamu terlalu berlebihan. Kagum saya kamu artikan melewati dari arti sejati kagum itu sendiri. Saya beri kamu penegasan. Saya teliti bau kalimat saya. Jejak kata saya. Wujud klausa saya. Yang mana? Lalu kamu menggeleng. Entah.

Saya ingin membangun simpul indah dengan tali-tali itu. Simpul yang orang kebanyakan menamainya persahabatan. Saya yang terlalu bersemangat? Atau kamu yang menafsirkannya lebih? Pun saya tak bisa mengelak bahwa saya kagum atas kamu. Atas kerja cerdas kamu. Atas sorot mata kamu. Namun sungguh, berhati-hailah menafsirkan sandi-sandi itu. Saya takut. Terlalu takut.

Harapan-harapan yang kamu anggap meruntuhkan saya, bahkan belum sama sekali terbangun di hati saya. Saya tidak pernah mengikat tali pada tiang yang salah. Saya belajar meraba mozaik-mozaik itu agar tak salah tempat. Tenang, pun saya tak pernah mendefinisikan barisan kalimat kamu sebagai pengungkapan. Tidak. Dan kamu meminta agar saya tak pernah membuka definisi itu karena katamu kamu orang yang salah. Saya sadar, pun saya orang yang salah untuk kamu. Salah. Dan tak akan pernah benar di sisimu.

Untukmu pecinta malam. Di tengah kantuk yang menderu. Selaksa kata ini pengantar tidur saya. Terimakasih untuk telah mencoret warna indah dalam hidup saya.

Wednesday, May 8, 2013

Pulang

Ini saatnya aku pulang
rumah yang kutuju itu kamu
pintu itu masih terbuka, kan?
aku ingin mengitari perputaranmu
meminjam cahayamu
membagi dukaku
dan menenun bahagiaku
bersamamu

Friday, May 3, 2013

Memanggilmu

Menjemput hujan dengan segenap awan merindu
menyanyikan tiga puluh lagu kesedihan
sambil mengundang petir dengan caci maki
tak lupa menggendong sepi di atas ubun

Kamu masih terpaku di sudut kelam
mengais cerita yang tertinggal di sana
di bola mata redupku
kamu masih menyemai sajak
sungguh, saya tak butuh

Dan saya
dengan segenap onggokan jiwa saya
Dan saya
dengan jutaan partikel rindu saya
Dan saya
Dengan beribu buih harap saya

Memanggil kamu pulang...

Salam Pagi

Saya menyukai bau pagi
menyukai gemerisik rerumputan di ujung sepatu
mencintai dingin embun yang menelisik

Seperti pagi ini
ketika kaki mulai menyentuh tanah halaman
secercah cahaya matahari mengerumuni
bernyanyi menyambut hari baru
melantunkan salam pada yang mencipta

Saya kembali terlahir
menjemput selaksa asa
di ujung tempurung otak
cita-cita tercetak telak
saya yakin akan sampai
semua akan tercapai

Jumat Mubarak!

Thursday, May 2, 2013

Padamu Guru

Menjajari kedipan kelopakmu
melirik sejenak untuk menyapu seisi ruang
matamu merah terdedah debu kapur
bajumu mengusut hasil terpaan tanganmu yang terpapar putih kapur

Sepeda tuamu jadi saksi
ketika pagi baru terlahir
roda-rodanya bernyanyi semangat
pun ketika siang menyentuh
ia tetap setia walau berderit lelah

Awal tanggal bibirmu melekuk senyum
ada beberapa lembar ribuan di tangan
hasil memerah tenaga empat pekan
harapmu cukup mencerah tiga puluh ke depan

Terimakasih atas segalanya
yang tak akan sempat terbalas jasa
mungkin hanya lewat kata dan doa
semoga Tuhan membalas syurga

Untukmu, para pendidik sejati

Juni

Aku menekuri ujung sepatu yang kupakai. Sialnya, sepatu ini kembali melempar ingatanku pada wajah gadis itu. Katanya, dulu, ia pali...